Header Ads

Para Ulama Salaf Korban Framing Oknum 'Salafiyy-Wahhabiyy' | UD. Elrasheed Publisher | 082140888638










Alex Shobur dalam Analisis Teks Media pengutip banyak pakar terkait konsep framing salah satunya adalah G. J. Aditjondro. Menurutnya framing merupakan metode penyajian realita di mana kebenaran dibelokkan secara halus dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu. Sebelumnya Alex Shobur menukil Siahaan bahwa membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal evaluasi moral, dan atau merekomendasikan penanganannya. 


Framing dipilih oleh sebagian muslim untuk memuluskan konsep beragamanya masing-masing. Framing biasa dilakukan untuk mengesankan keberagamaan yang dipraktikkan memiliki pondasi. Narasi-narasi tendensius dipinjam untuk membingkai statement statement historis sebagai argumen pembenar. Sebagian muslim menggebu-gebu menyusun puzzle berbagai teks para ulama klasik untuk membangun model keberislaman sesuai selera dan asumsi. Puzzle yang disusun bukan yang utuh melainkan potongan-potongan yang dianggap relevan dengan praktik religi mereka. Puzzle yang sudah tersusun kemudian dipoles dengan perspektif yang ahistoris. Bahkan ada yang berani memerkosa teks para ulama klasik dalam artian mentahrifnya.


Banyak sekali para ulama klasik yang diframing demi kepentingan orang-orang zaman sekarang. Sebutlah Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Taimiyyah, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnul-Jauziyy, Imam Ibnu Rajab, Imam Asy-Syaukaniyy. Mereka semua menjadi korban framing. Minimnya publisitas menjadikan sosok public figure diasumsikan begini dan begitu sesuai keinginan kelompok publik tertentu. Bahkan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin juga kurang beraksentuasi narasi-narasinya yang kontra mainstream sehingga beliau secara faktual berbeda dengan secara persepsi publik.


Penulis (Brilly El-Rasheed) menduga Imam Ath-Thahawiyy Imam Adz-Dzahabiyy, Imam Ibnu Daqiq Al-’Id, Ibnu Qudamah, dan masih banyak ulama lainnya yang terkena framing juga. Dengan framing, semua ulama tadi seakan-akan adalah bagi dari ‘mereka’. Padahal, i’tiqad dan amaliyyah para ulama tadi tidak seperti ‘madzhab’ mereka yang shahafiyy (tekstualis dan tanpa sanad) serta hasil gunting-tempel sesuai selera. Ber-Islam mesti sesuai dengan ber-Islam-nya generasi Salaf. Fenomena modern bisa dirujukkan secara manhajiyy kepada keberislaman generasi Salaf. Tidak perlu main framing apalagi tahrif.








Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.