Header Ads

Selain Asmaul Husna, Kita Juga Mesti Belajar Sifat-sifat Allah | Prof. Dr. Khalid Al-Mushlih | 082140888638


 


Syaikh Prof. Dr. Khalid Al-Mushlih, salah satu menantu Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin menjelaskan beberapa hukum berkenaan dengan Asmaul Husna, “Yang menjadi kewajiban dalam beriman dengan nama-nama Allah Ta’ala adalah menetapkannya, dan mengakui makna yang terkandung di dalamnya, dan beribadah kepada Allah Ta’ala dengannya, yaitu dengan cara berdo'a, dan mengingat Allah dengan nama-Nya, sebagaimana firman Allah Ta’ala: Artinya: ”Hanya milik Allah Asma` Al-Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan Asma` Al-Husna itu.” [QS. Al-A’raf: 180] Adapun jika seorang makhluq ingin bersifat dengan sifat Allah, maka tidak berlaku baginya semua sifat; karena termasuk dalam nama Allah ada yang tidak boleh seseorang menirunya, seperti Al-Mutakabbir (Maha sombong) dan Al-Ilah (Yang disembah), dalam Shahih Muslim (2620) dan Sunan Abu Dawud (4090), dan lafazhnya milik Abu Dawud, dari hadits Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: ((الْكِبْرِيَاءُ رِدَائِي، وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي، فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِدًا مِنْهُمَا، قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ)).

Artinya: "Allah 'Azza wa Jalla berfirman: `Kesombongan adalah kain selendangku, dan keagungan adalah kain sarungku, siapa pun yang berusaha merebutnya dariku satu dari keduanya, niscaya akan aku lemparkan dia ke Neraka.” Adapun riwayat yang disebut dalam sebagian hadits Nabi bahwa Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ”Berakhlaqlah kalian dengan akhlaq Allah”, maka tidak sah dan tidak diterima bahwa perkataan ini adalah perkataan Nabi shallallahu 'alihi wa sallam. (Ini menurut penelitian beliau pribadi, sebab ada ulama yang menerima hadits ini-edt.).”


Paparan pengajar tetap Masjidil-Haram dan Masjidin-Nabawiyy dan beberapa masjid besar di Tanah Suci ini menyebut bahwa kita mesti mengakui makna yang terkandung dalam Asmaul Husna. Kita perlu menyadari bahwa makna Asmaul Husna kita ketahui semata-mata dari logika bahasa ‘Arab maupun sejarah teks ‘Arab. Asmaul Husna yang diajarkan Allah kepada Rasulullah adalah berbahasa ‘Arab maka kita gunakan akal untuk memahami makna Asmaul Husna secara ilmu bahasa. Kita tidak pernah tahu hakekat makna Asmaul Husna yang dimaksud Allah. Kita hanya bisa menyimpulkan berdasar penjelasan Rasulullah melalui (1) Sunnah Qauliyyah; (2) Sunnah Fi’liyyah; (3) Sunnah Taqririyyah; (4) Sunnah Hammiyyah; (5) Sunnah Tarkiyyah; (6) Sunnah Maqashidiyyah atau Manhajiyyah atau Ma’nawiyyah; (7) Sunnah Khalqiyyah atau Syama`iliyyah; (8) Sunnah Takhshishiyyah.


Guru besar Universitas Islam Muhammad bin Sa’ud Cabang Al-Qashim juga menguraikan pembahasan seputar sifat-sifat Allah yang merepresentasikan Dzat Allah dan Af’al-Nya (perbuatan-perbuatan-Nya), “Diantara nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala ada yang dipuji jika hamba bersifat dengannya, seperti Al-’Ilm (ilmu), Ar-Rahmah (kasih sayang) dan Al-Hikmah (kebijaksanaan), dan di antaranya ada yang di cela, seperti Al-Ilahiyyah (ketuhanan) dan semisalnya, sebagaimana seorang hamba akan menjadi sempurna jika dia bersifat dengan sifat yang Allah disucikan darinya; kesempurnaan hamba adalah dengan sifat penghambaan dia kepada Allah, merasa miskin di hadapan Allah dan merasa butuh dan hina untuk Allah Rabb semesta alam, dan Allah disucikan dari semua sifat ini. Dia adalah Yang Maha Terpuji, Yang Maha Besar, dan Yang Maha Tinggi. Oleh karena itu, wajib untuk menghindari beberapa ungkapan yang dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kesesatan dalam keyakinan dan amalan.” [https://www.almosleh.com/in/f-37606]






Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.