Hukuman Berat untuk Siapa Saja yang Mengklaim Allah Begini Padahal Tidak Begitu | Brilly El-Rasheed | 082140888638
![]() |
082140888638 Terjemah Kitab Asy-Syifa |
Al-Qadhi memiliki keterangan yang amat bagus dan the only one tentang hukuman atas orang yang mengklaim Allah begini padahal tidak begitu, "Adapun orang yang menisbatkan kepada Allah Ta‘ala sesuatu yang tidak layak bagi-Nya, bukan dalam bentuk celaan atau kemurtadan, tetapi dengan maksud ta`wil, ijtihad, atau kesalahan yang berujung pada hawa nafsu dan bid‘ah, berupa penyerupaan Allah dengan makhluq, atau sifat dengan anggota tubuh, atau meniadakan sifat kesempurnaan, maka inilah perkara yang para ulama salaf dan khalaf berbeda pendapat mengenai pengkafiran pengucap dan pengiman terhadapnya. Pendapat Malik dan para pengikutnya berbeda dalam hal ini, tetapi mereka tidak berbeda bahwa bila orang-orang semacam ini membentuk kelompok maka mereka diperangi, serta mereka diberi kesempatan bertaubat, jika bertaubat maka diterima, jika tidak maka dibunuh, dan perbedaan pendapat hanya pada yang melakukannya secara individu. Mayoritas pendapat Malik dan para pengikutnya ialah tidak mengkafirkan dan tidak membunuh mereka, tetapi memberi hukuman berat, memperpanjang penahanan mereka hingga tampak jelas sikap meninggalkan keyakinan tersebut dan taubat mereka, sebagaimana yang dilakukan 'Umar terhadap Shabigh."
Pada halaman berbeda, Al-Qadhi 'Iyadh merinci permasalahan klaim bohong tentang Allah, "Ketahuilah bahwa penetapan perkara ini dan penyingkapan kerancuan di dalamnya sumbernya adalah Syari'at, dan tidak ada ruang bagi akal untuk menentukannya, dan keputusan yang jelas dalam hal ini adalah bahwa setiap perkataan yang secara tegas menafikan rububiyyah atau keesaan Allah, atau menetapkan ibadah kepada selain Allah, atau bersama Allah, maka itu adalah kekufuran, seperti ucapan kaum Dahriyah, dan seluruh kelompok penganut dualisme dari kalangan Dishaniyyah dan Manawiyyah, serta yang serupa dengan mereka dari kaum Shabi`in, Nashraniyy, Majusiyy, dan orang-orang musyrik yang menyembah berhala atau malaikat atau syaithan atau matahari atau bintang-bintang atau api atau selain Allah dari kalangan musyrikin Arab dan penduduk India, Cina, Sudan, dan selain mereka yang tidak bersandar pada kitab suci; demikian pula kaum Qarāmiṭhah, penganut paham hulul dan tanasukh dari kelompok Bāṭhiniyyah, dan Ath-Ṭhayyārah dari kalangan Rafidhah; begitu pula orang yang mengakui keilahian Allah dan keesaan-Nya, namun ia meyakini bahwa Allah bukan hidup, atau bukan qadim (azaliyy/ada tanpa permulaan masa), atau bahwa Allah makhluq baru, atau berbentuk, atau ia mengklaim bagi Allah adanya anak, pasangan, atau orang tua, atau bahwa Allah terlahir dari sesuatu atau berasal darinya, atau bahwa bersama-Nya sejak azaliyynya ada sesuatu selain Dia yang juga qadim, atau bahwa ada pencipta alam selain Dia, atau pengatur selain Dia, maka semua itu adalah kekufuran menurut ijma’ kaum muslimin, sebagaimana perkataan kaum ilahiyyin dari kalangan filsuf, astrolog, dan naturalis; demikian pula orang yang mengklaim duduk-duduk bersama Allah, naik kepada-Nya (hingga berhadapan langsung-pnrj.), dialog dengan-Nya, atau bahwa Allah bersemayam (mendiami) dalam salah satu pribadi, sebagaimana ucapan sebagian kaum sufi, Bāṭhiniyyah, Nashraniyy, dan Qarāmiṭhah; demikian pula kami menetapkan kekafiran bagi orang yang mengatakan bahwa alam ini qadim atau kekal, atau meragukan hal itu menurut madzhab sebagian filsuf dan Dahriyah, atau orang yang berkeyakinan dengan perpindahan ruh dan reinkarnasi mereka selama-lamanya dalam pribadi-pribadi, lalu mendapat siksa atau kenikmatan di dalamnya sesuai dengan kebersihan atau kebusukannya;"
Beberapa paragraf setelahnya, Al-Qadhi 'Iyadh mengimbuhkan, "Adapun siapa yang menafikan suatu sifat dari sifat-sifat Dzat Allah Ta‘ala atau mengingkarinya dengan sadar, seperti ucapannya, ‘Allah tidak berilmu, tidak berkuasa, tidak berkehendak, tidak berfirman,’ dan semisal itu dari sifat-sifat kesempurnaan yang wajib bagi-Nya Ta‘ala, maka para imam kami telah menegaskan adanya ijma‘ atas kekafiran orang yang menafikan Allah dari sifat-sifat itu dan melucutinya dari-Nya.” Atas dasar inilah ditafsirkan perkataan Sahnun, "Barang siapa berkata, Allah tidak memiliki kalam, maka ia kafir," namun beliau tidak mengkafirkan orang-orang yang melakukan ta`wil, sebagaimana telah dijelaskan. Adapun orang yang tidak mengetahui suatu sifat dari sifat-sifat Allah, para ulama berbeda pendapat tentangnya, sebagian mengkafirkan—diriwayatkan dari Abu Ja‘far Ath-Thabariyy dan selainnya, dan Abu Al-Hasan Al-Asy‘ariyy pun pernah berpendapat demikian. Tetapi ada kelompok yang mengatakan bahwa hal itu tidak mengeluarkan seseorang dari nama iman, dan pada pendapat inilah Al-Asy‘ariyy kembali. Ia berkata, "Karena ia tidak meyakini hal itu sebagai keyakinan pasti yang dipandang benar dan sebagai agama serta Syari'at, melainkan kami mengkafirkan orang yang meyakini bahwa ucapannya adalah benar."
Post a Comment