Para Ulama Wahabi (Wahhabiyy) Membolehkan Pajangan Kaligrafi Asmaul Husna
Semoga kita dimasukkan Allah ke dalam rombongan orang-orang yang terus mengingat-Nya, diantaranya melalui Asmaul Husna. Semoga kita diwafatkan Allah dalam keadaan merapal Asmaul Husna. Lisan kita mesti basah dengan Asmaul Husna walaupun dalam keadaan hadats (belum berwudhu). Asmaul Husna mesti kita jadikan sebagai dzikir kita atau tawassul doa kita sekaligus sebagai pedoman akhlaq kita.
Jika tulisan Asmaul Husna yang ditempelkan di dinding rumah, kantor, hotel, pabrik, toko adalah haram, tentu haram lagi ornamen/hiasan apapun karena tidak ada fungsinya. Bukan hanya foto manusia atau patung tiruan hewan yang tidak utuh, tapi ornamen/hiasan dalam bentuk apapun, seperti gypsum, keramik, craft, plafon, grafir, pahat, ukir, lampion, geometrik, poster, lukisan, grafity, neon flex, videotron, dan lain-lain. Kalau alasannya untuk keindahan, keindahan mana lagi yang mengalahkan Asmaul Husna. Jika alasannya ornamen/hiasan hanyalah urusan duniawi, maka bukankah dunia akan lebih bernilai jika dimanfaatkan untuk syi’ar agama Islam. Hanya orang-orang naif saja yang tidak senang kalau Asmaul Husna diagungkan, dimuliakan, ditinggikan, malah ingin mencopotnya.
Syaikh Bin Baz memfatwakan, Menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an dan menggantungnya di dinding untuk peringatan dan manfaat, begitu juga dengan hadits-hadits shahih dari Rasulullah ï·º, tidaklah mengapa menurut pendapat yang lebih kuat di kalangan ulama, asalkan diletakkan di tempat yang layak, seperti kantor atau ruang tamu. Namun, jika diletakkan di tempat yang tidak pantas, seperti kamar mandi, maka hal ini tidak diperbolehkan. Demikian pula, menuliskan ayat di dinding sebagai pengingat dan manfaat di tempat yang bersih, seperti ruang tamu atau kantor, tidaklah mengapa, berdasarkan pendapat yang lebih kuat. Akan tetapi, jika tulisan tersebut diletakkan di tempat yang tidak dihormati dan berpotensi untuk diinjak atau dihina, maka tidak diperbolehkan. Begitu pula, jika tulisan ayat-ayat tersebut ditujukan sebagai jimat, untuk mengusir jin, atau sebagai pelindung dari gangguan jin dan sejenisnya, maka hal ini juga tidak diperbolehkan. Namun, jika ditulis di atas kertas dan digantung di dinding dengan tujuan untuk memberikan manfaat dan pengingat bagi orang-orang, serta mengandung ayat-ayat mulia dan hadits-hadits shahih yang memerintahkan kebaikan dan mendorongnya, maka tidak ada masalah. [https://binbaz.org.sa/fatwas/15899/]
Sebuah rumah, kantor, hotel, pabrik, toko dan lain-lain akan mudah ditebak bahwa pemiliknya muslim manakala ada tanda-tanda. Tanda keislaman artinya syi’ar. Syi’ar bisa berupa kitab-kitab yang ditata rapi atau kaligrafi Asmaul Husna, ayat Al-Qur`an atau hadits atau sya’ir-sya’ir religi. Bagaimana dengan barisan berjilid-jilid kitab yang di sampul bagian punggungnya terangkai kaligrafi Asmaul Husna karena judul kitabnya mengandung Asmaul Husna seperti Fat-h Al-Bari, ‘Aun Al-Ma’bud, Taisir Al-’Allam, Fat-h Al-Majid, ‘Aun Ar-Rahman fi Tafsir Al-Qur`an, Fat-h Dzi Al-Jalal wa Al-Ikram Syarh Bulugh Al-Maram. Semua judul kitab tersebut adalah mirip dengan pajangan Asmaul Husna.
Majelis Fatwa Qatar memfatwakan, “Tidak ada larangan secara syar'i untuk menggantungkan nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna), ayat-ayat Al-Qur'an, serta nama-nama para nabi ‘alaihimussalam di tempat yang terhormat, yang aman dari kemungkinan jatuh atau terkena penghinaan, seperti di masjid dan tempat lain yang serupa.” [https://www.islamweb.net/ar/fatwa/125817/]
Dalam fatwa nomor 3071, telah disebutkan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai menggantungkan plakat bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an di tempat-tempat yang dihormati. Dari fatwa ini dapat dipahami bahwa menggantungkan ayat-ayat Al-Qur’an, begitu juga dengan Asmaul Husna, di dalam masjid tidaklah mengapa, karena masjid adalah tempat yang dihormati dan tidak diharapkan terjadi penghinaan terhadapnya. Namun, hal ini tidaklah dianjurkan. Dalam kitab Al-Fatawa Al-Hindiyyah disebutkan bahwa menuliskan ayat Al-Qur’an pada mihrab dan dinding masjid tidak dianggap sebagai sesuatu yang baik, karena dikhawatirkan tulisan tersebut akan jatuh dan terinjak. Maka, dari pernyataan ini dapat disimpulkan bahwa menggantungkan Asmaul Husna di dalam masjid tidaklah haram, meskipun tidak dianggap sebagai sesuatu yang disukai. Selain itu, jika plakat-plakat tersebut berada di hadapan para jamaah sehingga mereka dapat melihatnya dan hal itu dapat mengganggu kekhusyukan mereka dalam shalat, maka para ulama telah menyebutkan bahwa melihat sesuatu yang mengganggu di dalam shalat adalah hal yang makruh. Oleh karena itu, diletakkannya sesuatu yang dapat mengalihkan perhatian jamaah di depan mereka saat shalat juga dianggap makruh. Untuk lebih jelasnya, lihat fatwa nomor 61935. [https://www.islamweb.net/ar/fatwa/69241/]
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, pendapat yang membolehkan penggunaan dan pemasangan plakat bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an menjadi lebih kuat, karena kemungkinan terjadinya penghinaan terhadapnya sangat kecil atau hampir tidak ada. Hal ini sudah diketahui dalam kebiasaan masyarakat. Namun, perlu dihindari menggantungkan plakat-plakat ini di tempat-tempat yang digunakan untuk hiburan dan maksiat, seperti di tempat musik, nyanyian, merokok, dan sebagainya. Perbedaan pendapat di kalangan ulama kontemporer mengenai hal ini telah dijelaskan sebelumnya dalam fatwa nomor 3071. Adapun menulis Asmaul Husna dalam bentuk plakat dan menggantungnya tidaklah makruh, yang makruh adalah menulisnya di atas karpet atau alas lantai, karena jika seseorang menginjaknya, maka hukumnya haram. Al-Buhutiyy dalam Kasyf Al-Qina' berkata, "Tidak dimakruhkan menulis selain Al-Qur’an, seperti dzikir, selama tidak diinjak. Jika ditulis pada sesuatu yang diinjak, maka hal itu sangat dimakruhkan, bahkan haram untuk menginjaknya. Maka, untuk Al-Qur’an tentu lebih utama (untuk dijaga dari hal tersebut).” [https://www.islamweb.net/ar/fatwa/23572/]
Semua fatwa dari ulama khalaf klasik dari keempat madzhab yang bermuatan memakruhkan bukan makruh secara dzatiyy yakni makruh memajang kaligrafi tapi makruh secara ‘illah yakni makruh jika dan hanya jika, jadi bukan makruh secara mutlak. Sesuatu yang makruh manakala bisa menjadi wasilah untuk sesuatu yang sunnah bahkan yang wajib maka bisa naik status. Sebenarnya, banyak catatan sejarah Salaf yang merekam bagaimana para ulama generasi emas Islam tersebut menulis Asmaul Husna, Ayat, Hadits, Doa bahkan sya’ir religi di dinding, di batu, di kuburan, di papan dan lain-lain. Semua tulisan Islami tentu sebagai tadzkir (pengingat). Di Tanah Suci juga bertebaran plang di tepi jalan yang berisi dzikir atau kalimah thayyibah. Di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tidak sedikit videotron yang kadang kala menayangkan Asmaul Husna, Ayat, Hadits, Doa bahkan kalimah thayyibah atau sya’ir religi tentang Tanah Suci atau Ka’bah.
Asmaul Husna Universe merupakan lembaga pusat pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan (pusdiklatlitbang) Asmaul Husna. Asmaul Husna Universe berkantor di Jl. Hayam Wuruk no. 1, RT. 03 RW. 05, Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur, 62253. Untuk kerjasama bisa melalui 082140888638 atau asmaulhusnauniverse@gmail.com. Harga all varian buku saku lipat harmonika Asmaul Husna @Rp 3.000,- (disc. up to 50 %). Dukung pendirian Asmaul Husna World, sebuah permanent exhibition media pembelajaran dan artefak Asmaul Husna gratis.
Oleh Ustadz H. Brilly El-Rasheed, S.Pd., M.Pd., C.Ed. (Founder Asmaul Husna Universe)
Post a Comment