Makna Hadits Orang-orang yang Bermaksiat Ketika Sendiri | Majelis Fatwa Qatar | 082140888638
Markaz Fatwa Qatar pernah menguraikan pemahaman terhadap hadits tentang orang-orang yang bermaksiat secara sembunyi-sembunyi,
الحديث أخرجه ابن ماجه في سننه عن ثوبان، عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: لأعلمن أقواما من أمتي يأتون يوم القيامة بحسنات أمثال جبال تهامة بيضا، فيجعلها الله -عز وجل- هباء منثورا، قال ثوبان: يا رسول الله، صِفْهم لنا، جلِّهم لنا، أن لا نكون منهم، ونحن لا نعلم. قال: أما إنهم إخوانكم، ومن جلدتكم، ويأخذون من الليل كما تأخذون، ولكنهم أقوام إذا خلوا بمحارم الله انتهكوها. وقال البوصيري في مصباح الزجاجة، في زوائد ابن ماجه: هذا إسناد صحيح، رجاله ثقات.
Hadits dirilis oleh Ibnu Majah dalam Sunannya dari Tsauban, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda, “Sungguh aku benar-benar mengetahui kaum dari umatku yang datang pada hari kiamat membawa kebaikan-kebaikan seperti gunung-gunung Tihamah yang putih, lalu Allah Yang Mahaperkasa dan Mahamulia menjadikannya debu yang berhamburan,” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, gambarkanlah mereka kepada kami, jelaskanlah mereka kepada kami, agar kami tidak menjadi bagian dari mereka sedangkan kami tidak mengetahui.” Beliau bersabda, “Ketahuilah, mereka itu saudara-saudaramu dan dari kulit kalian, dan mereka mengambil bagian dari malam sebagaimana kalian mengambil bagian, tetapi mereka adalah kaum yang apabila berada sendirian dengan perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah, mereka melanggarnya.” Al-Bushiriyy berkata dalam Mishbah Az-Zujajah, pada tambahan Ibnu Majah, bahwa sanad ini shahih dan para perawinya terpercaya.
وقد قال الهيتمي في الزواجر عن اقتراف الكبائر: الكبيرة الساسة والخمسون بعد الثلاث مائة: إظهار زي الصالحين في الملأ، وانتهاك المحارم، ولو صغائر في الخلوة- ثم ذكر حديث ثوبان-... لأن من كان دأبه إظهار الحسن، وإسرار القبيح، يعظم ضرره، وإغواؤه للمسلمين؛ لانحلال ربقة التقوى، والخوف من عنقه. اهـ.
Al-Haitamiyy berkata dalam Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir, “Dosa besar ke-tiga ratus lima puluh enam adalah menampakkan penampilan orang shalih di hadapan khalayak, dan melanggar hal-hal yang diharamkan sekalipun yang kecil-kecil di tempat sepi”—kemudian ia menyebut hadits Tsauban—“…karena siapa yang kebiasaannya menampakkan yang baik dan menyembunyikan yang buruk, maka bahayanya besar dan penyesatannya terhadap kaum Muslimin besar, disebabkan terlepasnya ikatan ketaqwaan dan rasa takut dari dirinya.”
فالحديث محمول على من لا يستحي من الله، ولا يعظم حدوده، وإنما يراقب الناس، ويراعي البشر. فإن وجد بين الناس أظهر الصلاح، وتعظيم الحدود، والحرمات، وإن خلى بنفسه سرعان ما ينتهكها، ومن كان هذا حاله فهو بأسوإ المنزلتين، فإن كان يرى أن الله غير مطلع عليه فهذا شرك، وإن كان يرى أن الله مطلع عليه فكيف يجترئ على انتهاك حرماته،
Maka hadits ini dibawa kepada orang yang tidak merasa malu kepada Allah dan tidak mengagungkan batas-batas-Nya, tetapi hanya mengawasi manusia dan memperhatikan pandangan manusia; apabila ia berada di tengah manusia, ia menampakkan keshalihan dan pengagungan terhadap batas-batas serta perkara-perkara yang diharamkan, dan apabila ia menyendiri, dengan cepat ia melanggarnya; dan siapa yang keadaannya demikian, maka ia berada pada seburuk-buruk kedudukan, jika ia memandang bahwa Allah tidak melihatnya maka itu adalah syirik, dan jika ia memandang bahwa Allah melihatnya maka bagaimana ia berani melanggar perkara-perkara yang diharamkan-Nya;
ذكر الحافظ ابن رجب في كتابه: جامع العلوم والحكم عن أبي الجلد قال: «أوحى الله تعالى إلى نبيٍّ من الأنبياء: قُلْ لقومك: ما بالكم تسترون الذنوبَ من خلقي، وتُظهرونها لي، إنْ كنتم ترون أني لا أراكم، فأنتم مشركون بي، وإنْ كنتم تَرَونَ أني أراكم فلم جعلتموني أهونَ الناظرين إليكم.» انتهى.
Al-Hafizh Ibnu Rajab menyebutkan dalam kitabnya Jami‘ Al-‘Ulum wa Al-Hikam dari Abu Al-Jild bahwa, “Allah Yang Mahatinggi mewahyukan kepada seorang nabi dari para nabi, ‘Katakanlah kepada kaummu, apa yang membuat kalian menutupi dosa-dosa dari makhluq-Ku tetapi menampakkannya kepada-Ku, jika kalian memandang bahwa Aku tidak melihat kalian maka kalian telah mempersekutukan Aku, dan jika kalian memandang bahwa Aku melihat kalian maka mengapa kalian menjadikan Aku sebagai yang paling hina dari siapa saja yang melihat kalian.’”
وأما من كان يعمل الطاعات مخلصا لله فيها، وتضعف نفسه أحيانا، فيغلبه هواه، وشيطانه، ويكتم معصيته عن الناس، فنرجو ألا يكون داخلا في هذا الوعيد.
Adapun orang yang beramal ketaatan dengan tulus kepada Allah di dalamnya, dan terkadang jiwanya melemah lalu hawa nafsu dan syaithannya mengalahkannya, dan ia menyembunyikan maksiatnya dari manusia, maka kami berharap ia tidak termasuk dalam ancaman ini.
وأما كيف تقي نفسك: فبالاستعانة بالله سبحانه، وسؤاله الهداية، والحفظ من الغواية، والمحافظة على الفرائض، ثم المسارعة في النوافل، والتطوعات، والعناية بطاعات الخلوات، التي لا يعلم بها إلا الله سبحانه، كالقيام لله في دجى الأسحار، وصدقات السر، ونحو ذلك، والاهتمام بتلاوة القرآن، وتفهم معانيه، وتدبر آياته، والحذر من الإصرار على الذنوب، والمبادرة بالتوبة، والرجوع إن زلت قدمك في شيء من المعاصي.
Adapun bagaimana engkau menjaga dirimu, maka dengan meminta pertolongan kepada Allah Subhanahu, memohon kepada-Nya petunjuk dan penjagaan dari kesesatan, menjaga kewajiban-kewajiban, kemudian bersegera dalam amalan sunnah dan ketaatan tambahan, serta memberi perhatian pada ketaatan ketika sendirian yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Subhanahu, seperti berdiri (shalat) untuk Allah pada gelapnya waktu sahur, shadaqah yang dilakukan secara sembunyi, dan semisalnya, serta memberi perhatian pada pembacaan Al-Qur’an, memahami maknanya, dan merenungkan ayat-ayatnya, serta berhati-hati dari terus-menerus dalam dosa, dan bersegera untuk bertaubat serta kembali apabila kakimu tergelincir dalam suatu maksiat.



Post a Comment