Hukum Masjid di Dalam Bumi atau di Dasar Laut atau di Udara | Brilly El-Rasheed | 082140888638
![]() |
| 082140888638 Souvenir Islami Murah |
Masjid menjadi aset termahal umat Islam sesederhana apapun bangunannya. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah masjid dan mushalla terbanyak. Populasi muslim Nusantara lebih dari 250 juta jiwa pada tahun 2025. Masjid-mushalla yang terdata Kemenag RI sekira 741.000. Jumlah masjid-mushalla yang belum terdata lebih banyak.
Ada masjid di dalam bumi walaupun bangunannya tidak seperti masjid pada umumnya, demikian pula ada masjid di dasar laut atau di lantai tertinggi gedung pencakar langit, ada juga masjid berupa mobil truk yang bisa ekstensi bentuk menjadi besar dan luas. Kita bersyukur. Kita sebagai muslim tertuntut untuk memperbanyak jumlah masjid. Apapun kondisi masjid, kita wajib memakmurkannya atau meramaikannya dengan berbagai kegiatan ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah.
الفتاوى الفقهية الكبرى الجزء 3 صحـ : 274 مكتبة دار الكتب الإسلامية
وَعِبَارَةُ شَرْحِ اْلإِرْشَادِ الرَّابِعُ الْمُعْتَكَفُ فِيْهِ فَلاَ يَصِحُّ اْلاعْتِكَافُ إِلاَّ فِيْ مَسْجِدٍ لِلِاتِّبَاعِ رَوَاهُ الشَّيْخَانِ وَلِْلإِجْمَاعِ وَلاَ فَرْقَ بَيْن سُطْحِهِ وَصَحْنِهِ وَرَحْبَتِهِ الْمَعْدُوْدَةِ مِنْهُ وَأَفْهَمَ كَلاَمُهُ أَنَّهُ لاَ يَصِحُّ فِيْ مُصَلَّى بَيْتِ الْمَرْأَةِ وَلاَ فِيْمَا وُقِفَ جُزْؤُهُ شَائِعًا مَسْجِدًا وَلاَ فِيْ مَسْجِدٍ أَرْضُهُ مُسْتَأْجَرَةٌ وَهُوَ كَذَلِكَ نَعَمْ رَجَّحَ اْلإِسْنَوِيُّ قَوْلَ بَعْضِهِمْ لَوْ بَنَى فِيهِ مَسْطَبَةً وَوَقَفَهَا مَسْجِدًا صَحَّ كَمَا يَصِحُّ عَلَى سُطْحِهِ وَجُدْرَانِهِ وَقَوْلُ الزَّرْكَشِيّ يَصِحُّ وَإِنْ لَمْ يَبْنِ مَسْطَبَةً مَرْدُودٌ إِذِ الْمَسْجِدُ هُوَ الْبِنَاءُ الَّذِيْ فِيْ تِلْكَ اْلأَرْضِ لاَ اْلأَرْضُ وَمِنْ هُنَا عُلِمَ أَنَّهُ يَصِحُّ وَقْفُ الْعُلُوِّ دُونَ السُّفْلِ مَسْجِدًا كَعَكْسِهِ انْتَهَتْ
“Dan keterangan dalam Syarh Al-Irsyad: Yang keempat dari syarat I’tikaf adalah tempat i’tikaf. Tidak sah i’tikaf kecuali dalam masjid, karena ittiba’, hadisnya diriwayatkan oleh Al-Bukhariyy dan Muslim, serta keran ijma’. Tidak ada beda antara ber-itikaf di atap atau lantainya serta teras yang terbilang bagian dari masjid. Uraian fuqaha memberikan pemahaman bahwasanya tidak sah ber-i’tikaf di tempat shalat kamarnya wanita, dan di tempat yang sebagiannya diwaqafkan sebagai masjid namun belum ada batasan jelasnya, tidak sah juga di masjid yang tanahnya disewakan. Benar demikian. Imam Al-Asnawiyy mengunggulkan pendapat sebagian ulama bahwa jika orang itu membangun sebuah hamparan duduk dalam kamar itu lalu mewaqafkannya sebagai masjid maka sah i’tikaf di tempat itu, sebagaiman sah ber’itikaf di atas atapnya ataupun dindingnya. Sedangkan pendapat Az-Zarkasyiyy yang mengatakan sah ‘itikaf di situ meskipun tidak ada bangunan hamparan duduk, adalah tertolak. Karena yang disebut masjid adalah bangunan yang ada di tanah itu, bukan tanahnya. Dari sini dapat dipahami bahwa sah mewaqafkan bagian atas bangunan saja sebagai masjid, tanpa bawahnya, begitu pula sebaliknya.”
حاشية الشرقاوي ص ١٧٨
ولايجوز إستبدال الموقوف عندنا وإن خرب خلافا للحنفية وصورته عندهم أن يكون المحل قد آل إلى السقوط فيبدل بمحل آخر أحسن منه بعد حكم حاكم يرى صحته. و يمتنع قسمة الموقوف أو تغيير هيئته كجعل البستان دارا وقال السبكي يجوز بثلاثة شروط أن يكون يسيرا لا يغيره مسماه وعدم إزالة شيء من عينه إلا بعض نقض لجانبه آخر وأن يكون فيه مصلحة للوقف , ولو خربت البلد وكان فيها مسجد وعمرت مسجدا بمخل أخر جاز نقل وقفه للمحل الاخر حيث تعذر إجراؤه علي المسجد الاول بأن لم يصل فيه احد
“Menurut kami tidak boleh menukar suatu waqafan meskipun ia rusak. Beda pendapat dengan ulama Hanafiyyah, gambaran kasusnya menurut mereka adalah ketika suatu tempat waqafan hampir roboh, lalu diganti dengan tempat lain yang lebih baik, setelah adanya ketetapan seorang hakim yang melihat kebaikan hal tersebut. Terlarang untuk membagi waqafan atau mengubah bentuknya. Misal membuat kebun menjadi rumah. Imam As-Subkiyy berpendapat boleh dengan tiga syarat: perubahan itu hanya sedikit dan tidak mengubah penamaan asal bangunan atau benda waqafan, tidak adanya penghilangan sesuatu dari bentuk asalnya selain yang dirusakkan untuk menambah sisi lain, dan adanya kemaslahatan waqafan dalam pengubahan tersebut. Jika suatu daerah menjadi kosong sedang di sana ada masjid, lalu Anda meramaikan masjid di tempat lain, maka boleh memindahkan waqafnya ke tempat lain tersebut sekiranya sulit untuk menjalankan penyemarakan di masjid awal, misal karena tidak ada seorang pun yang shalat di sana.”


Post a Comment