Nabi Alami Sakit Bukan Berarti Tidak Ma'shum | Al-Qadhi 'Iyadh | 082140888638
Dalam Kitab Asy-Syifa pada Bagian 3 Bab Ke-2 Pasal Ke-1, Al-Qadhi 'Iyadh menerangkan bahwa pengalaman sakit pada Nabi tidak mencacati kema'shuman, dan bahwa kema'shuman adalah dalam hal keterjauhan/keterjagaan dari maksiat bukan dari sakit, berikut keterangan beliau.
Telah kami kemukakan bahwa beliau dan seluruh para nabi serta rasul dari kalangan manusia, bahwa jasadnya dan lahiriahnya murni sebagai manusia, berlaku atasnya berbagai macam bencana, perubahan, rasa sakit, penyakit, meneguk cawan kematian, sebagaimana hal itu berlaku atas manusia. Dan semua itu bukan merupakan kekurangan pada dirinya, karena sesuatu itu dinamakan kurang hanya bila dibandingkan dengan yang lebih sempurna dan lebih lengkap dari jenisnya. Dan sungguh Allah – Ta‘ala – telah menetapkan atas penduduk dunia ini, bahwa di dalamnya mereka hidup, dan di dalamnya mereka mati, dan darinya mereka dikeluarkan. Dan Allah menciptakan seluruh manusia dalam tingkatan perubahan.
Maka sungguh beliau pernah sakit, mengeluh, terkena panas dan dingin, ditimpa lapar dan haus, terkena marah dan jengkel, ditimpa lelah dan penat, digerogoti kelemahan dan usia tua, pernah jatuh sehingga pipinya tergores, kepalanya terluka oleh orang-orang kafir, gigi serinya patah, pernah diberi racun, pernah disihir, pernah berobat, berbekam, dibacakan mantera, dan memohon perlindungan. Kemudian beliau menghembuskan nafas terakhirnya, lalu wafat dan bergabung dengan teman yang tertinggi, terbebas dari negeri ujian dan cobaan. Dan inilah tanda-tanda kemanusiaan yang tidak mungkin dihindari.
Dan para nabi yang lain juga tertimpa sesuatu yang lebih dahsyat darinya, sehingga mereka dibunuh dengan dibantai, dilempar ke dalam api, digergaji dengan gergaji. Dan di antara mereka ada yang Allah lindungi dari hal itu pada sebagian waktu, dan di antara mereka ada yang Allah jaga sebagaimana kemudian Nabi kita dijaga dari manusia. Maka sungguh, jika Rabb kita tidak melindungi Nabi kita dari tangan Ibnu Qami’ah pada hari Uhud, dan tidak menutupi dirinya dari pandangan musuh-musuhnya ketika beliau menyeru penduduk Thaif, maka sungguh Dia telah menutupi beliau dari pandangan mata Quraisy ketika keluar menuju gua Tsur, dan menahan pedang Ghaurats darinya, serta batu Abu Jahl, dan kuda Suraqah, dan jika Dia tidak melindunginya dari sihir Ibnu Al-A‘sham, maka sungguh Dia telah melindunginya dari hal yang lebih besar, yaitu racun perempuan Yahudiyy (sehingga Nabi tidak langsung tewas melainkan setelah beberapa tahun-pnrj.).
Dan demikianlah seluruh nabi-Nya ada yang diuji dan ada yang diberi keselamatan, dan itu semua adalah bagian dari kesempurnaan hikmah-Nya, agar Allah menampakkan kemuliaan mereka dalam kedudukan-kedudukan ini, menjelaskan urusan mereka, menyempurnakan kalimat-Nya pada mereka, dan menegaskan dengan ujian mereka sisi kemanusiaan mereka, serta agar hilang kerancuan dari orang-orang yang lemah terhadap mereka, supaya mereka tidak tersesat oleh apa yang nampak berupa keajaiban di tangan mereka, sebagaimana orang Nashraniyy tersesat dengan 'Isa bin Maryam. Dan agar pada ujian mereka ada hiburan bagi umat mereka, serta melimpah pahala mereka di sisi Rabb mereka, sebagai penyempurna nikmat Allah kepada mereka.
Sebagian ahli tahqiq berkata, bahwa berbagai hal darurat dan perubahan yang disebutkan itu hanyalah khusus pada jasad lahiriah mereka yang dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan manusia, dan menanggung apa yang ditanggung oleh anak Adam agar serupa dengan jenisnya. Adapun batin mereka, maka kebanyakan suci dari itu, terjaga darinya, terkait dengan al-mala` al-a‘la dan para malaikat, karena mereka mengambil dari para malaikat, dan menerima wahyu dari mereka. Ia berkata, dan sungguh Nabi telah bersabda, “Sesungguhnya kedua mataku tidur, namun qalbuku tidak tidur.” Dan beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidak sama dengan keadaan kalian, sesungguhnya aku bermalam sementara Rabbku memberi makan kepadaku dan memberi minum kepadaku.” Dan beliau bersabda, “Aku tidak lupa, akan tetapi aku dibuat lupa, agar menjadi sunnah melalui diriku.”
Maka beliau mengabarkan bahwa rahasianya, batinnya, dan ruhnya berbeda dengan jasad dan lahiriahnya, dan bahwa segala penyakit yang menimpa lahiriahnya berupa kelemahan, lapar, begadang, dan tidur, tidaklah menimpa batinnya sedikit pun, berbeda dengan selain beliau dari manusia pada hukum batinnya. Karena selain beliau, jika tidur maka tidur itu meliputi jasad dan qalbunya, sedangkan beliau dalam tidurnya qalbunya tetap hadir sebagaimana dalam keadaan jaga, hingga sungguh telah datang dalam sebagian atsar bahwa beliau terjaga dari hadats dalam tidurnya karena qalbunya senantiasa terjaga sebagaimana yang telah kami sebutkan.
Demikian juga selain beliau, bila lapar, jasadnya melemah karenanya, kekuatannya rapuh, sehingga seluruh tubuhnya lumpuh total, sedangkan beliau telah mengabarkan bahwa hal itu tidak menimpanya, dan bahwa beliau berbeda dari mereka, dengan sabdanya, “Aku tidak sama dengan keadaan kalian, sesungguhnya aku bermalam sementara Rabbku memberi makan kepadaku dan memberi minum kepadaku.” Demikian pula aku katakan, bahwa beliau dalam seluruh keadaan ini, berupa sakit, penyakit, sihir, dan marah, tidaklah berlaku atas batinnya apa yang berlaku pada lahiriahnya, dan tidak meluber darinya pada lisan dan anggota tubuhnya sesuatu yang tidak layak dengannya, sebagaimana menimpa selain beliau dari manusia, yang kemudian akan kami ambil penjelasannya setelah ini.
Paparan ini kami nukil dari Kitab Asy-Syifa dan terasa sudah sangat mencukupi untuk memahamkan kita bahwa para Nabi termasuk Nabi Muhammad juga mengalami sakit yang terlihat mata maupun tidak namun tidak pada jiwa, batin, sukma, mental, psikis beliau. Kalaupun Nabi marah, benci, kecewa, takut, sedih, cemas dan semacamnya maka itu bukan penyakit pada Nabi melainkan hanya perubahan atau dinamika. Nabi selalu sehat dimensi esoteris beliau namun pernah sakit dimensi eksoteris beliau. Pengalaman ini tidak mengurangi kemuliaan beliau sedikitpun dunia-Akhirat. Para pembaca dianjurkan mengkhatamkan Kitab Asy-Syifa. Penulis (Brilly El-Rasheed) menerbitkan Kitab Asy-Syifa versi bilingual.



Post a Comment